ChanelMuslim.com – “Ha? Masak gitu Mbak? Ah, ndak percaya saya.”
Terdengar kehebohan dari belakang rumah. Kulongokkan kepala melalui jendela di sebelahku. Tampak Mbak Tinah, kakakku, dan bu Darmi, tetangga sebelah rumah, sedang asik mengobrol.
“Mbak… ada apa? Kok heboh gitu? Inget Ramadan ya. Tidak boleh ngomongin orang. Ghibah lo,” tukasku mengingatkan.
“Iya, bukan ngomongin orang kok, cuma cerita dikit aja,” sahut Mbakku.
Mereka bubar setelah ada bisik-bisik yang masih terdengar ditelingaku.
“Mbak… Mbak…,” batinku sembari menggeleng kepala.
Sepulang pasar tadi Mbak Tinah belum masuk rumah juga. Malah nyangkut di rumah tetangga. Mbak Tinah memang orang yang sangat supel. Hampir semua tetangga di kampung ini dikenalnya dengan baik.
Padahal kami termasuk orang baru di sini. Kebiasaan ngobrolnya kadang susah direm, apalagi jika sudah seru dengan berbagai bumbu. Tidak akan stop jika tidak dipanggil ibu.
“Mbak, jangan bergosip lagi dengan Bu Darmi lho. Ndak baik,” ucapku pada Mbak Tinah ketika sudah di dalam rumah.
“Ini bukan gosip lho Tita sayang, adikku sing alim poll,” ujar Mbak Tinah dengan nada dibikin kemayu.
“Tadi aku ketemu Mas Danu di pasar. Kamu kenal Mas Danu, kan?”
Aku menggeleng.
“Makanya gaul, Tita sayang. Mas Danu itu anaknya Pak Hendro. Pengusaha furniture sukses yang rumahnya paling besar sendiri samping lapangan sepak bola itu,” lanjut Mbak Tinah menjelaskan panjang lebar.
“Trus masalahnya kenapa kalau Mas Danu ada di Pasar? Sampe segitu hebohnya,” tanyaku
“Masalahnya adalah Mas Danu JU-A-LAN,” jawab mbak Tinah.
“Kok jualan jadi masalah? Wong Bapaknya aja pengusaha sukses. Itu jualan juga kan?” tanyaku masih keheranan.
“Hadeuh… ngomong sama kamu itu kok ya ndak nyambung terus ya. Mending ngobrol sama Bu Darmi aja aku ini,” sahut Mbak Tinah gregetan.
“Mas Danu itu jualannya kurang bonafit gitu. Bapaknya, kan keren. Jualan furniture, barang mewah gitu. Lha, Mas Danu. Jualan timun suri. Apa ndak menjatuhkan martabatnya itu? Anak pengusaha kaya. Ganteng pula. Kok jualan timun suri. Aku aja malu lihatnya,” Mbak Tinah nyerocos lagi.
“Ya Allah, hanya gara-gara Mas Danu jualan timun suri. Mbak Tinah seperti orang kebakaran jenggot gitu,” ujarku terkekeh.
“Mbakku sayang, ya ndak ada salahnya tho Mas Danu jualan timun suri. Setiap orang bebas berusaha dengan caranya masing-masing. Mau jualan timun suri itu sudah pilihannya. Dia pandai membaca peluang berarti,” ujarku lagi
“Kok gitu?” tanya Mbak Tinah keheranan.
“Ya iyalah. Sekarang, kan udah masuk Ramadan. Orang-orang pasti pada nyari timun suri buat berbuka puasa. Es campur, sop buah, dan minuman segar lainnya banyak mencampur bahannnya dengan timun suri. Laris Mbak. Duitnya banyak tuh. Siapa yang ndak mau begitu? Ada modal juga. Hayo, gimana Mbak Tinahku sayang?” terangku
Mbak Tinah hanya terdiam. Sepertinya sedang berpikir dan mencerna apa yang aku katakan. Sebelum dibantah aku lanjutkan lagi, “Lagian nih Mbak. Ada hadist yang mengatakan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki itu ada dalam perdagangan. Nah, motivasinya jelas, kan? Bahwa dengan berdagang itu kita bisa menjemput rejeki yang sudah ditakdirkan Allah SWT untuk kita. Trus sekarang salahnya Mas Danu dimana coba? Apakah dia merugikan Mbak Tinah dan Bu Darmi?”
“Ya, ndak juga sih,” jawab Mbak Tinah dengan lirih
“Apalagi kalau dia mau berbagi dengan rejekinya itu. Pasti berlipat-lipat tuh ganjarannya Mbak. Insha Allah,” tukasku lagi menegaskan.
Baru hendak membuka mulut melanjutkan perkataanku, tiba-tiba terdengar suara seseorang mengetuk pintu depan.
“Ada tamu mbak,” ucapku.
Segera kami ke depan membukakan pintu. Tampak seorang laki-laki muda membawa sebuah keranjang besar.
“Permisi Mbak. Assalamu’alaikum,” ucapnya.
“Wa’alaikumsalam, gimana Mas? Cari siapa?” tanyaku.
“Maaf, saya mau mengantarkan timun suri titipan Mas Danu anak Pak Hendro,” ujarnya sembari membuka keranjang besar yang dibawanya. Diserahkannya dua buah besar timun suri kepadaku.
“Kok banyak Mas?” tanyaku keheranan.
“Iya Mas kok banyak itu?” Mbak Tinah menimpali.
“Pesan Mas Danu begitu Mbak. Dibagikan ke semua tetangga di kampung ini untuk berbuka puasa,” jawabnya.
“Oh,” kulirik Mbak Tinah.
“Terima kasih ya Mas. Titip salam untuk Mas Danu,” sahut Mbak Tinah sumringah.
“Mas Danu baik ya? Alhamdulillah dapat timun suri gratis,” ujar Mbak Tinah.
Dibawanya timun suri dengan bersemangat. Aku hanya bisa tersenyum geli melihatnya. Timun suri oh timun suri tema utama hari ini.
(B. Kurniati Ningsih, 14 April 2021, 2nd day writingchallenge)
- Jaje Kepeng, Kue Kering Legendaris - May 17, 2021
- My First Writing Challenge Ramadan - May 12, 2021
- Alif Belajar I’tikaf - May 12, 2021