ChanelMuslim.com – Saat itu tahun 2012, tepat setelah ulang tahun saya ke-22, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti program student exchange ke New Delhi, India selama 3 bulan. Kebetulan bulan kedua dimana saya berada di sana adalah bulan Ramadan.
Terlepas dari cuaca musim panas di New Delhi yang mencapai 40 hingga 48 derajat celcius, perbedaan panjang waktu puasa juga cukup terasa. Meski tidak sepanjang di Eropa, jam sahur di New Delhi biasanya dimulai jam 3 pagi dan waktu maghrib biasanya di jam 8 malam.
Karena saya saat itu tinggal di dormitory mahasiswa yang sederhana, dimana tidak ada oven atau microwave untuk memanaskan makanan, bahkan kulkas yang ada pun tidak cukup dingin untuk menyimpan bahan-bahan makanan. Sehingga saya harus membiasakan diri bangun lebih awal sekitar jam 2 untuk memasak nasi lauk sederhana, atau makanan instan untuk sahur.
Hal yang sangat berbeda di New Delhi dengan Indonesia selama Ramadan adalah suara adzan yang sama sekali tidak terdengar dari dormitory saya. Atau hanya mereka yang bertempat tinggal dekat masjid saja yang bisa mendengarnya.
Memang cukup membosankan ritual sahur dan berbuka di New Delhi, tidak meriah. Saya tinggal dengan 10 mahasiswi lain dari berbagai negara, salah satunya ada teman bekebangsaan Tiongkok yang beraga Islam, namun sayangnya dia tidak berpuasa, sehingga saya cukup merasa sendirian dengan segala cobaan puasa disana. Intinya, jalani saja.
Saya baru merasakan kemeriahan Ramadan lagi, ketika saya memenuhi undangan Open House perayaan 17 Agustus di KBRI New Delhi. Menu berbuka di KBRI selalu hidangan khas Indonesia, mulai dari bakso, rendang, soto, ketupat sayur, es cendol, pisang ijo, dan macam-macam hidangan takjil lainnya.
Di sana juga saya bertemu beberapa mahasiswi Indonesia lainnya yang sedang mengikuti program student exchange di kampus yang lain. Di situlah berlanjut pertemanan kami selama di India, untuk sekedar berjalan-jalan hingga mencari takjil dan berbuka puasa bersama.
Karena tak jarang saya pun sering merasa was-was kalau harus bepergian sendirian sebagai perempuan berhijab di India. Meski tidak sering mendapat bully secara verbal, saya sering merasa tidak nyaman dengan tatapan beberapa masyarakat setempat yang memperhatikan hijab saya.
Ketika malam tiba, kebiasaan kita di Indonesia adalah shalat tarawih. Namun bedanya di India, meski masjid agung di New Delhi mengadakan shalat tarawih, namun pada umumnya kaum perempuan tidak diperkenankan untuk shalat di masjid. Jadi kami kaum perempuan hanya dapat shalat di rumah masing-masing, begitupun ketika shalat idul fitri.
Menurut pengalaman saya pribadi menjalani ibadah puasa tanah Hindustan, Islam yang saya rasakan disana cenderung lebih kental dari yang saya temui di Indonesia. Mungkin karena di India saya menjadi minoritas, sehingga dukungan dan kebersamaan sesama muslim menjadi sangat berarti, dibandingkan kita di Indonesia yang menjadi kaum mayoritas.
Inilah pengalaman yang cukup berarti bagi saya dalam menjalani ibadah puasa. Hingga kini saya masih ingat bagaimana beratnya berpuasa di tengah musim panas di India, beratnya menjadi minoritas, dan ketidaknyamanan bersosial menjadi diri sendiri yang berhijab.
Karena itu, saya selalu bersyukur dilahirkan sebagai muslimah Indonesia yang mendapatkan banyak sekali kenyamanan dan privilege dari Allah untuk beribadah kepada-Nya.
- Adab Bertetangga dalam Islam - April 21, 2021
- Khatam Al-Qur’an di Bulan Ramadan? Ini Tips Mudahnya! - April 20, 2021
- Cahaya dalam Keluarga Muslim - April 20, 2021